Janji -janji politik seringkali menjadi harapan yang ditiupkan kepada rakyat, tetapi tidak jarang hanya berakhir sebagai angin lalu. Di Garut, kita menyaksikan bagaimana janji yang seharusnya menjadi dasar kepercayaan malah dilupakan, digantikan oleh upaya pencitraan yang begitu kontras dengan kenyataan di lapangan.
Lukmanul Hakim, aktivis sekaligus pendukung setia paslon nomor 02, dengan gamblang mengungkap kekecewaannya terhadap mereka yang ia sebut sebagai penguasa yang sibuk membangun citra tapi lupa dengan tanggung jawab.
“Mereka selalu tampak seolah-olah menjadi korban keadaan, padahal jelas-jelas ada banyak janji yang mereka buat dan belum mereka tepati. Salah satu contohnya adalah janji untuk memberikan gaji layak kepada guru honorer. Sampai sekarang, janji itu masih belum diwujudkan,” ujarnya dengan nada geram.
“Bagaimana mungkin kita bisa percaya kepada pemimpin yang menjanjikan kesejahteraan bagi guru-guru honorer, tetapi sampai sekarang masih ada yang harus bertahan dengan penghasilan yang tidak cukup untuk kebutuhan dasar? Ini bukan sekadar janji politik yang diingkari, ini adalah pengkhianatan terhadap mereka yang mengabdikan hidupnya untuk mendidik generasi masa depan,” tambah Lukman.
Lukmanul Hakim juga menyoroti kebijakan yang menurutnya tidak berpihak kepada kaum duafa. “Mereka yang seharusnya paling membutuhkan perhatian justru semakin terpinggirkan. Sementara itu, anggaran besar digelontorkan untuk proyek-proyek ambisius seperti ‘Amazong,’ yang akhirnya hanya jadi proyek mangkrak tanpa hasil nyata. Di sisi lain, kaum duafa terus berjuang dalam kemiskinan ekstrem tanpa adanya bantuan yang memadai,” lanjutnya dengan tegas.
Menurutnya, kondisi ini menunjukkan adanya ketidakadilan yang begitu mencolok. “Kita melihat ketimpangan yang nyata. Di satu sisi, anggaran dihabiskan untuk proyek yang tidak jelas tujuannya, sedangkan di sisi lain, mereka yang benar-benar butuh bantuan diabaikan. Ini bukan hanya soal kelalaian, ini adalah bentuk kebijakan yang tidak adil dan tidak manusiawi,” ujar Lukman.
Isu lain yang tidak luput dari perhatian Lukmanul Hakim adalah kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh eksploitasi yang serampangan. “Mereka terus mengejar keuntungan pribadi dengan mengorbankan lingkungan. Hasilnya? Bencana alam datang bertubi-tubi, merugikan banyak warga yang tidak tahu apa-apa. Semua ini demi memperkaya diri sendiri, tanpa memperhatikan dampak jangka panjang,” kritiknya.
Di tengah kritik yang ia sampaikan, Lukman juga mengajak masyarakat untuk melihat kenyataan di balik citra yang dibangun. “Mereka bisa tersenyum di depan kamera, seolah-olah tidak ada yang salah. Tapi di balik itu semua, ada banyak kegagalan yang mereka tutupi. Dan rakyat tidak boleh dibutakan oleh pencitraan palsu,” serunya dengan penuh semangat.
Pada akhirnya, Lukman berharap ada kesadaran yang timbul di kalangan pemimpin dan rakyat. “Tuhan, semoga mereka yang selama ini khilaf bisa sadar. Buka hati mereka, dan buat mereka mengerti bahwa rakyat bukan hanya alat untuk meraih kekuasaan. Doa kami adalah agar keadilan dan kebenaran bisa tegak kembali,” pungkasnya penuh harapan.***