Faktapasundan.id – Bandung : BPS melansir data yang memprihatinkan: 9,9 juta pemuda Indonesia berusia 15-24 tahun atau sering disebut Gen Z terjebak dalam kategori NEET (Not in Education, Employment, or Training). Angka ini setara dengan 22,25% dari total populasi usia tersebut, dengan mayoritas (59,23%) berasal dari lulusan SMA/SMK.
Apa penyebabnya? Salah satu faktor utamanya adalah ketidakselarasan antara kebutuhan dunia kerja dengan keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki lulusan sekolah. Hal ini dikenal sebagai masalah link and match.
Kurangnya kerjasama antara sekolah dengan dunia usaha dan industri (DU/DI) memperparah situasi. Kurikulum sekolah yang tidak relevan dengan kebutuhan dunia kerja, minimnya praktisi dalam proses edukasi, dan keterbatasan informasi lowongan kerja, semua berkontribusi pada tingginya angka NEET.
Solusi Nyata Diperlukan Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan solusi komprehensif yang melibatkan berbagai pihak. Pertama, kerjasama erat antara sekolah dan DU/DI harus dijalin. Praktek Kerja Lapangan harus diwajibkan, kurikulum yang disiapkan harus relevan, dan keterlibatan praktisi dalam penyusunan kurikulum menjadi kunci.
Kedua, pelatihan dan seminar tentang soft skills dan hard skills yang dibutuhkan dunia kerja perlu diperkuat untuk membekali para Gen Z.
Ketiga, pemerintah harus menyediakan layanan informasi lowongan kerja yang terpusat dan mudah diakses.
Keempat, pemetaan pengangguran berdasarkan data yang akurat dan terintegrasi sangatlah penting untuk merumuskan solusi yang tepat sasaran.
Masa Depan Generasi Z. Keberadaan jutaan pemuda dalam kategori NEET adalah bom waktu bagi masa depan bangsa. Kehilangan generasi potensial ini dapat menghambat kemajuan dan daya saing bangsa. Bisa Jadi Harapan mewujudkan Generasi Emas malah jadi Generasi Cemas.
Oleh karena itu, semua pihak harus bahu-membahu mencari solusi permanen untuk mengatasi masalah ini. Masa depan generasi muda, dan masa depan bangsa, ada di tangan kita. (Ed.Ccp Tomy)