FaktaPasundan.id – Garut : Rehabilitas hutan di Kabupaten Garut jangan jangan sampai gagal dan terulang kembali seperti di sukabumi, alih fungsi lahan dan kesalahan fungsi hutan menjadi Akar Masalah yang Terabaikan.
Masyarakat Garut dan Sukabumi dan masyarakat dan daerah lainnya kini menghadapi tekanan dan ketakutan yang luar biasa akibat alih fungsi lahan yang tidak terkendali. Pembukaan hutan untuk pertambangan, pemukiman, dan infrastruktur telah menyebabkan hilangnya ribuan hectare hutan tutupan dalam beberapa dekade terakhir. Akibatnya, fungsi ekologis hutan sebagai penahan air dan pengatur tata air alami semakin melemah. Apalagi kegagalan project hutan yang yang tidak sesuai dengan endemiknya dan tidak adanya maintenance secara berkala menyebabkan kegagalan penanaman.
Bambu Adalah salah satu tanaman endemiknya Kabupaten Garut, karena dalam kawasan gunung berapi, bukti kalau masih ada banjir adalah gagalnya penanaman fungsi ekologis yang salah, dan bambu selain cepat pertumbuhannya juga dapat menyimpan air juga dapat menyerap karbon lebih tinggi dari pohon lainya, bambu juga merupakan hasil hutan bukan kayu.
Seperti yang dikatakan Ago Yogi Iskandar, pegiatan hutan yang juga merupakan Sekretaris DPC Gerbang Tani Kabupaten Garut “Akar pohon yang seharusnya menyerap air hujan dan menahannya di dalam tanah kini tak lagi ada. Lapisan tanah menjadi lebih mudah terkikis, dan saat hujan deras turun, air langsung mengalir ke dataran rendah tanpa hambatan, menyebabkan banjir bandang dan longsor.” Demikian tandasnya saat ditemui awak media faktapasundan.id.
Potret Banjir yang Dipicu Deforestasi Berkali kali kejadian banjir besar di Sukabumi maupun di Garut menunjukkan keterkaitan langsung dengan deforestasi:
Sementara Hutan sebagai Penyangga Sistem Hidrologi, secara ekologis, hutan berfungsi sebagai penyerap dan penyimpan air alami. Tajuk pohon memperlambat jatuhnya air hujan, akar menyerap dan menahan air di dalam tanah, dan humus di lantai hutan menyimpan kelembapan. pohon-pohon mudah ditebang, sedangkan bambu tidak mudah untuk ditebang seluruh sistem ini rusak. Karena masifnya penebangan pohon dan salah penanaman pohon akibatnya kekeringan .Tanah menjadi keras, air mengalir di permukaan, dan volume aliran permukaan meningkat drastis dalam waktu singkat.
“Lebih dari itu, deforestasi juga memperparah sedimentasi sungai, karena tanah yang tererosi terbawa ke badan sungai, menyempitkan aliran dan mempercepat luapan saat debit air naik.” Lanjut ago, yang merupakan Ketua Perkumpulan Pesantren Ekologi dan Ketua Assosiasi Petani Bambu juga. “ harus ada Rehabilitasi dan Tata Kelola Hutan yang Berkelanjutan terutama mengembalikan hutan Tutupan dan mengembalikan hutan larangan menghadapi krisis ini, pendekatan reaktif seperti normalisasi sungai dan pembangunan tanggul saja tidak cukup. Solusi jangka panjang harus menyasar pada pemulihan fungsi ekosistem hutan.dan mengembalikan sesuai endemiknya yaitu bambu . filsafat esa hilang dua Terbilang mati satu tumbuh seribu Beberapa langkah krusial yang perlu dilakukan antara lain.”
Penanaman bambu untuk bisa menyimpan air ketika musim hujan tidak kelebihan air dan ketika musim kemarau tidak kekurangan air Rehabilitasi daerah aliran sungai (DAS) melalui reforestasi dan agroforestry bambu di kawasan Kamojang dan kawasan gunung Guntur harus melibatan masyarakat adat dan lokal dalam pengelolaan hutan bambu berbasis kearifan lokal.
Integrasi tata ruang berbasis ekologi dalam pembangunan daerah, terutama di wilayah rawan bencana. Pendidikan lingkungan dan ekologi serta kesadaran publik untuk mengubah cara pandang terhadap hutan bukan sekadar sumber kayu dan lahan, tetapi sebagai penjaga kehidupan. Untuk menatap masa depan hidup berdampingan dengan Alam
“Banjir tidak bisa dihilangkan sepenuhnya ia adalah bagian dari dinamika alam. Namun, skala dan dampaknya bisa dikendalikan jika kita menata kembali hubungan kita dengan hutan. Menebang satu pohon atau satu rumpun bambu mungkin tampak sepele, tetapi jika dilakukan jutaan kali, dampaknya adalah banjir yang meluluhlantakkan kehidupan.” Pungkasnya.
Indonesia khususnya Garut masih punya harapan, asalkan mulai hari ini, kita memulihkan yang rusak, melindungi yang tersisa, dan membangun tata kelola yang berpihak pada keberlanjutan. Karena ketika hutan bambu berdiri kokoh, maka air hujan akan tersimpan dengan damai dan dialirkan secara perlahan bukan sebagai ancaman, melainkan berkah kehidupan, dan semua itu merupakan tanggung jawab Bersama diantaranya Pemerintahan dalam hal ini instansi terkait, Masyarakat, dan stakeholder. *red-hasbyatstsauri










































