Upaya panjang pembentukan Kabupaten Garut Selatan sebagai daerah otonom baru kembali menemukan momentum penting. Tim Tenaga Ahli dari lima perguruan tinggi menyatakan Calon Daerah Persiapan Otonomi Baru (CDPOB) Kabupaten Garut Selatan layak dibentuk dengan skor 448,8 dari 500 poin, masuk kategori sangat mampu.
Kesimpulan tersebut disampaikan dalam pemaparan Laporan Akhir Kajian Akademik Pemutakhiran Data Persyaratan Dasar Kewilayahan dan Kapasitas Daerah (Kapasda) yang digelar di Gedung Mall Pelayanan Publik (MPP) Kabupaten Garut, Senin siang (29/12/2025). Acara itu dihadiri Sekretaris Daerah Kabupaten Garut, Asisten Daerah I, Bagian Tata Pemerintahan Setda, sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD), serta Ketua Presidium Masyarakat Garut Selatan.
Kajian yang disusun selama periode Oktober–Desember 2025 ini melibatkan 12 akademisi profesional dari perguruan tinggi negeri dan swasta. Tim dipimpin Prof. Dr. H. Didin Muhafidin dari Universitas Padjadjaran, dengan anggota dari UPI, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Universitas Garut (Unfari), dan Akademi Digital Bandung.
Dinilai dengan Metodologi Ketat
Penilaian kapasitas daerah dilakukan menggunakan tujuh parameter utama, mulai dari aspek geografis, demografi, keamanan, sosial politik dan adat, potensi ekonomi, keuangan daerah, hingga kemampuan penyelenggaraan pemerintahan. Metodologi yang digunakan adalah benchmarking apple-to-apple dengan Kabupaten Lebak dan Pandeglang sebagai pembanding.
Hasilnya, Garut Selatan meraih nilai tinggi di hampir seluruh parameter. Aspek demografi, keamanan, serta sosial politik dan adat masuk kategori sangat mampu, sementara potensi ekonomi, keuangan daerah, dan penyelenggaraan pemerintahan dinilai mampu. Total skor akhir mencapai 448,8 poin, jauh di atas ambang batas kelayakan.
Lima Syarat Kewilayahan Terpenuhi
Selain kapasitas daerah, kajian juga memastikan seluruh persyaratan dasar kewilayahan terpenuhi. Luas wilayah Garut Selatan mencapai 1.703,31 kilometer persegi atau 184 persen dari standar minimal. Jumlah penduduk tercatat 715.512 jiwa, memenuhi batas minimal nasional. Batas wilayah telah terdefinisi jelas, mencakup 15 kecamatan dan 129 desa, serta usia Kabupaten Garut sebagai daerah induk yang telah mencapai 75 tahun.
Pamulihan Tertinggi, Peundeuy Terendah
Dalam analisis lebih rinci per kecamatan, Pamulihan mencatat skor tertinggi dengan 458 poin, sementara Peundeuy berada di posisi terendah dengan 436 poin. Namun demikian, tim menegaskan seluruh kecamatan tetap berada dalam kategori sangat mampu.
Perbedaan skor itu, menurut kajian akademik, dipengaruhi faktor kepadatan penduduk yang lebih moderat, tingkat kemiskinan lebih rendah, serta efisiensi akses pendidikan di Pamulihan. Sementara kondisi geografis pegunungan dan sebaran sekolah kecil di desa-desa terpencil menjadi tantangan tersendiri bagi Peundeuy. Perbedaan tersebut dinilai wajar dan justru mencerminkan keragaman potensi wilayah Garut Selatan.
Perjuangan 21 Tahun Masyarakat
Hasil kajian 2025 ini memperkuat rangkaian kajian sebelumnya yang konsisten menyatakan Garut Selatan layak dimekarkan. Sejak 2004, aspirasi pembentukan kabupaten baru ini telah diperjuangkan selama 21 tahun melalui jalur konstitusional dan demokratis, mulai dari kajian akademik, dukungan DPRD, hingga persetujuan pemerintah provinsi.
Dokumen hukum pendukung pun telah lengkap, termasuk Amanat Presiden Nomor R-66/Pres/12/2013 yang memasukkan RUU Kabupaten Garut Selatan dalam daftar prioritas, serta persetujuan DPRD dan kepala daerah di tingkat kabupaten maupun provinsi.
Dimensi Strategis dan Harapan ke Depan
Dengan cakupan wilayah 15 kecamatan—mulai dari Banjarwangi hingga Talegong—dan calon ibukota di Kecamatan Mekarmukti, Garut Selatan dinilai memiliki posisi strategis karena menghadap langsung Samudera Indonesia. Aspek ini memberi nilai tambah dari sisi geopolitik, pertahanan, dan keamanan, sejalan dengan kebijakan percepatan pembangunan kawasan Jawa Barat bagian selatan.
Tim Tenaga Ahli menegaskan, setelah dua dekade lebih perjuangan masyarakat, pembentukan Daerah Persiapan Kabupaten Garut Selatan merupakan langkah strategis untuk mengurangi disparitas pembangunan, memperpendek rentang kendali pemerintahan, serta mendorong pemerataan kesejahteraan.
Kajian tersebut diharapkan menjadi bahan pertimbangan penting bagi pemerintah pusat, khususnya ketika moratorium pemekaran daerah dicabut dan regulasi pelaksana Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 ditetapkan. Lebih dari sekadar angka, skor 448,8 poin dianggap sebagai cerminan kuatnya kapasitas daerah dan partisipasi masyarakat Garut Selatan dalam menentukan masa depan wilayahnya. ***










































