Asep Muhidin, S.H., M.H., salah satu warga Kabupaten Garut sekaligus tim kuasa hukum media Locus, telah melaporkan dugaan pelanggaran kode etik ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Garut. Laporan tersebut menyoroti tindakan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Garut, Dian Hasanuddin, yang diduga menyebarkan informasi bohong atau hoaks.
Menurut Asep Muhidin, Ketua KPU Garut telah menyampaikan bahwa pembatasan jumlah media yang meliput debat perdana Pilkada Kabupaten Garut yang di selenggarakan di Ballroom Hotel Santika Garut, Rabu, 23 Oktober 2024—sebanyak 50 media—berdasarkan arahan dari Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Garut. Namun, setelah dilakukan konfirmasi, Kepala Diskominfo Garut, Margiyanto, membantah pernah memberikan rekomendasi atau berkomunikasi dengan KPU terkait hal tersebut.
“Kami menilai Ketua KPU telah memproduksi informasi hoaks dengan menjual nama Diskominfo. Faktanya, Diskominfo tidak pernah memberikan arahan terkait pembatasan 50 media itu,” ujar Asep dalam konferensi persnya di Bawaslu Garut, Selasa, 29 Oktober 2024.
Asep mengingatkan bahwa tindakan seperti ini berpotensi menurunkan kredibilitas lembaga KPU, yang bertugas menetapkan dan menyelenggarakan pemilihan kepala daerah. Ia khawatir jika tindakan serupa terus terjadi, maka keputusan dan produk pemilu yang dihasilkan pun bisa dianggap tidak kredibel.
“Jika seorang pimpinan KPU gemar memproduksi informasi bohong, maka dikhawatirkan produk-produk keputusannya kelak juga sarat kebohongan. Ini bahaya karena menyangkut legitimasi pemimpin yang dihasilkan dari Pilkada,” tegas Asep.
Asep menekankan pentingnya menjaga etika dalam lembaga publik seperti KPU, merujuk pada kasus etika yang pernah melibatkan mantan Ketua KPU Garut, Hasyim Asy’ari.
“Etika adalah fondasi yang lebih tinggi dari sekadar aturan. Jika etika pimpinan buruk, lembaga itu pun akan mencerminkan keburukan,”tandasnya.
Laporan ini telah diterima Bawaslu Kabupaten Garut, dan Asep berharap segera ada tindak lanjut atas dugaan pelanggaran tersebut.
“Mudah-mudahan Bawaslu cepat menindaklanjuti agar tidak ada lagi informasi menyesatkan yang dapat merusak proses demokrasi di Garut,” pungkasnya.
Di tempat yang sama, Bawaslu Kabupaten Garut melalui Ipur Purnama Alamsyah menyatakan bahwa laporan yang diterima telah memenuhi ketentuan dalam aturan Perbawaku Nomor 9 Ayat 5. Ia menjelaskan bahwa laporan disampaikan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan, yakni Senin hingga Kamis pukul 08.00 hingga 16.00 dan Jumat pukul 08.00 hingga 16.30.
“Kami akan menindaklanjuti laporan yang sudah masuk dengan mengkaji mekanisme selanjutnya,” ujar Ipur.
Ia menegaskan bahwa dalam dua hari ke depan, Bawaslu akan memeriksa kelengkapan bukti yang disampaikan.
“Jika ada kekurangan bukti, kami akan memberikan kesempatan bagi pelapor untuk melengkapi atau memperbaiki laporan mereka,” sambungnya.
Jika laporan dinyatakan lengkap, Bawaslu akan melanjutkan proses kajian terhadap pasal-pasal yang relevan.
“Tahap berikutnya adalah menggelar pleno pimpinan untuk menentukan ada atau tidaknya dugaan pelanggaran. Jika tidak memenuhi unsur pelanggaran, maka laporan tersebut tidak akan diregistrasi dan tidak bisa ditindaklanjuti. Namun, kami tetap akan memberi kabar kepada pelapor,” jelas Ipur.
Ia juga menuturkan bahwa jika dalam pleno ditemukan dugaan pelanggaran, Bawaslu akan menjalankan mekanisme lebih lanjut sesuai dengan kategori pelanggaran.
“Ada beberapa jenis pelanggaran yang diatur dalam Undang-Undang Pilkada, yaitu pelanggaran kode etik, administratif, dan tindak pidana pemilihan. Jika ada indikasi pelanggaran terhadap undang-undang lain, hal itu juga akan kami pertimbangkan berdasarkan hasil pleno pimpinan,” kata Ipur.***