Sosok ulama satu ini menjadi salah satu orang yang berjasa dalam hal penyebaran Islam di Kabupaten Sumedang. Dia adalah K. H. Muhammad Syatibi Bin K. H. R. Jazuli.
Dia diketahui merupakan salah satu tokoh pendiri Nahdlatul Ulama di Kabupaten Sumedang. Peranannya dalam penyebaran agama Islam di daerah berjuluk Kota Tahu ini sangat besar terutama saat dipercaya menjadi Imam Masjid Agung Sumedang pada Tahun 1925 sampai menjelang wafatnya di Tahun 1987.
Maka tidak heran untuk mengenang jasanya itu kerap digelar acara Peringatan Haul seperti yang dilaksanakan di Gedung Negara pada Sabtu (22/7) siang. Namun ada yang spesial pada peringatan kali ini, sebab bertepatan dengan diluncurkannya sebuah buku biografinya yang berjudul “Guru Urang Sadayana”.
Bupati Sumedang Dony Ahmad Munir yang merupakan cucu dari Mama Syatibi mengucapkan terima kasih kepada seluruh yang hadir pada acara Haul kakeknya tersebut. Menurutnya, makna dari peringatan Haul bagi Mama Syatibi tersebut salah satunya tidak lain adalah mendoakan kepada almarhum.
“Makna yang pertama yaitu mendoakan almarhum sehingga diterima Iman Islamnya. Kemudian kedua, kita bisa mengambil pelajaran yang dilakukan oleh Mama Syatibi sehingga kita bisa menjadi contoh oleh generasi selanjutnya. Dan yang terakhir, bisa dimaknai sebagai sarana untuk silaturahmi dan mengingat perjuangan sosok beliau,” papar Bupati Dony.
Dalam kesempatan itu, Dony pun berharap dengan diluncurkannya buku biografi Mama Syatibi dapat menginspirasi para pembaca dan khususnya bagi generasi muda di Sumedang.
“Dengan adanya buku ini diharapkan para pembaca nantinya bisa mengenal lebih dalam sepak terjang dan perjuangan pendahulunya, sehingga bisa diteladani dan jadi sumber inspirasi,” ucap Dony.
Ketua Yayasan Asy-Syatibi’iyyah Asep Moh Yusuf Tholhah memaparkan, buku biografi yang diluncurkan memuat tentang perjuangan bagaimana Mama Syatibi mengawali perjalanannya dalam hal syi’ar Islam. Selain itu dalam buku itu juga ditulis secara lengkap tentang seluruh perjalanan hidup dari masa kecil hingga tutup usia.
“Di buku ini juga diceritakan silsilah leluhur, riwayat atau perjalanannya pada saat menjadi santri ke berbagai pesantren, silsilah keilmuannya, hingga aktivitasnya di NU. Dalam perjalanan hidup sosok Mama Syatibi ini banyak yang harus dipelajari. Salah satunya, kegigihan beliau dalam mensyi’arkan Agama Islam di Kabupaten Sumedang,” ujarnya.
Asep menegaskan, salah satu hal penting yang diangkat dalam buku tersebut, ialah bagaimana Mama Syatibi mengabdikan dirinya bagi masyarakat dan pemerintahan setelah mendapatkan ilmu dari berbagai pondok pesantren.
“Dirinya mengabdikan diri di masyarakat dengan menjadi Imam Masjid Agung Sumedang dan Penghulu sebelum Indonesia merdeka,” imbuh Yusuf.